Welcome to My Blog



Do’a seorang muslim untuk saudaranya ketika saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan).Di sisinya ada malaikat yang bertugas.Setiap kali dia mendo'akan kebaikan untuk saudaranya,malaikat tersebut berkata : "Aamiin, dan engkau akan mendapatkan yang sama dengannya." [HR. Muslim 2733] Dengan mendo'akan kebaikan untuk saya,Insyaa Allah Anda akan mendapat kebaikan yang sama.

Senin, 09 Mei 2011

Education is Everyone's Business

Education is everyone’s business”. Ungkapan ini mengandung makna bahwa pendidikan adalah urusan dan menjadi tanggungjawab semua orang. Jadi bukan hanya menjadi urusan orang-orang yang berkecimpung di dunia pendidikan saja akan tetapi juga menjadi urusan masyarakat pada umumnya. Sayangnya tidak semua orang menyadari tentang hal ini, sehingga mereka kurang acuh terhadap dunia pendidikan. Padahal masyarakat yang merupakan pemasuk input dan juga pengguna output pendidikan memiliki kedudukan yang sangat penting. Pendidikan hanya akan berhasil apabila adanya kerjasama antara pihak yang terlibat langsung dalam dunia pendidikan dengan masyarakat secara keseluruhan.
Ketidakacuhan masyarakat terhadap dunia pendidikan dapat dilihat dalam kenyataan hidup sehari-hari. Bahkan yang lebih parah lagi bukan hanya tidak acuh, kadang-kadang juga terjadi kontradiksi antara dunia pendidikan dengan masyarakat pada umumnya. Misalnya, ketika di lembaga pendidikan diajarkan kejujuran namun kenyataan di masyarakat justeru ketidakjujuran yang merajalela, di lembaga pendidikan diajarkan untuk rajin belajar sementara di  masyarakat tidak memberikan waktu untuk belajar.
Pendidikan tidak lepas dari yang namanya guru. Guru  (berasal dari bahasa Sanskerta: yang berarti guru, tetapi arti secara harfiahnya adalah "berat") adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Namun dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru. Dalam bahasa Sunda ada kirata (dikira-kira tapi nyata) dari kata guru yakni yang digugu (dituruti) dan ditiru.
Bila mengacu kepada definisi yang lebih luas tentang guru dan kirata bahasa Sunda, maka dapat disimpulkan bahwa semua orang pada hakikatnya dapat menjadi guru bagi anak atau bagi orang lain asalkan mampu mengajarkan sesuatu yang baru kepada anak/orang lain. Makna mengajarkan di sini tidak berarti mengajar secara formal, berdiri di depan yang akan diajari, akan tetapi dapat dilakukan dengan cara memberi contoh melalui kata-kata dan perilaku. Bahkan cara informal ini biasanya jauh lebih cepat dipahami dan lebih kuat tertanam kuat dibandingkan dengan cara formal yang berlangsung di dalam kelas.  Apabila kita mengacu kepada definisi dan makna tersebut, maka dengan demikian orang tua dapat menjadi guru bagi anak-anaknya, seorang idola dapat menjadi guru bagi yang mengidolakannya, seorang atasan dapat menjadi seorang guru bagi bawahannya atau sebaliknya, seorang pemimpin dapat menjadi guru bagi rakyatnya, seorang teman dapat menjadi guru bagi teman yang lainnya, bahkan acara televisi pun dapat menjadi guru bagi para penontonnya.
Pendidikan juga tidak terlepas dari yang namanya lingkungan pendidikan. Lingkungan pendidikan adalah tempat di mana seseorang belajar, baik secara formal maupun informal. Menurut Ki Hajar Dewantara lingkungan pendidikan meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat, yang disebut tripusat pendidikan.
Lingkungan keluarga adalah tempat di mana seorang anak mendapat pendidikan pertama kalinya. Lingkungan keluarga ini merupakan lembaga pendidikan yang paling tua. Yang menjadi guru dalam lingkungan penddikan ini tentu saja kedua orang tua anak yang bersangkutan. Bila pendidikan dalam keluarga ini baik,insyaAllah akan menghasilkan anak yang baik pula. Agar pendidikan dalam keluarga ini berhasil tentu saja dibutuhkan guru (orang tua-orang tua) yang berkualitas. Untuk menjadi orang tua yang berkualitas tidak selalu harus berpendidikan tinggi yang penting mau belajar bagaimana menjadi orang tua yang baik dan menyadari sepenuhnya bahwa dia adalah guru bagi anaknya. Yang sangat berperan dalam pendidikan keluarga adalah ibu. Bahkan dalam ajaran agama Islam ada ungkapan yang menyatakan bahwa seorang ibu adalah tempat belajarnya seorang anak. ”Al-Ummu madrasatun idza a’dadtaha ‘adadta sya’ban tayyibul ‘araq” maknanya “seorang ibu adalah sebuah sekolah. Jika engkau persiapkan dia dengan baik maka sungguh engkau telah mempersiapkan sebuah generasi yang unggul”.
Lingkungan belajar berikutnya adalah sekolah. Lingkungan pendidikan sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang kedua setelah lingkungan keluarga. Pada lingkungan sekolah perlu dilengkapi dengan suasana yang ideal dan kondusif. Idealnya sekolah harus mampu menjadi tempat yang dapat membentuk dan melatih kecerdasan intelektual serta kecerdasan emosional, dua macam kecerdasan yang sangat penting bagi terbentuknya kepribadian seseorang. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah memiliki tujuan yang dinyatakan secara resmi dan tertulis. Tujuan sekolah  mengacu kepada undang-undang pendidikan yang berlaku saat ini yakni Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 (UU Nomor 20 tahun 2003), yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 
Lingkungan belajar yang ketiga adalah masyarakat. Pengertian masyarakat di sini adalah segala sesuatu di luar lingkungan sekolah dan keluarga. Lingkungan pendidikan ini jauh lebih kompleks dibandingkan dengan dua lingkungan pendidikan yang disebutkan terdahulu. Kalau dalam lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah seorang anak diupayakan hanya mendapat pelajaran yang baik saja, maka tidak demikian halnya dalam lingkungan masyarakat. Dalam lingkungan pendidikan ini anak belajar segala hal, yang baik maupun yang buruk. Yang menjadi gurunya adalah semua orang yang ada dalam lingkungan tersebut. Lingkungan pendidikan ini sangat sulit dikendalikan bila tidak ada kesadaran dari warga masyarakatnya sendiri untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang baik. Pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan keluarga dan di sekolah akan bisa terkalahkan oleh pendidikan dalam lingkungan masyarakat karena lingkungan pendidikan ini memiliki pengaruh yang sangat kuat.
Dalam era teknologi komunikasi dan informasi saat ini lingkungan pendidikan masyarakat begitu terasa pengaruhnya. Sebenarnya ini adalah sebuah kesempatan untuk menjadikan pendidikan lebih bermutu. Sayangnya tidak semua para pelaku yang bergerak dibidang pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi ini memiliki komitmen untuk membuat pendidikan lebih maju justeru malah sebaliknya menjadi penghambat kemajuan pendidikan.
Dalam dunia pertelevisian misalnya, dari sekian banyak stasiun televisi hanya sedikit saja stasiun televisi yang menyajikan acara-acara yang bermuatan pendidikan. Bahkan selain acaranya tidak mendidik waktu penayangannya pun sangat mengganggu waktu belajar para peserta didik. Ada acara televisi live yang dihadiri oleh para remaja yang ditayangkan hampir setiap hari mulai pukul 07.30 hingga pukul 11.00 pagi. Acara semacam ini secara tidak langsung mendidik para remaja untuk bermain pada jam belajar/kerja. Karena seperti kita ketahui bahwa pada rentang waktu tersebut adalah saatnya belajar bagi para pelajar dan saatnya bekerja bagi mereka yang bekerja. Tapi anehnya, ternyata acara tersebut justeru menjadi acara favorit. Ada pula stasiun televisi yang sejak terbenam matahari hingga pukul 11 malam terus menerus menayangkan acara sinetron remaja. Bila para remaja  terus menerus nonton acara sinetron, lalu mau kapan mereka belajar di rumah? Padahal belajar di rumah itu bagian yang sangat penting dalam proses pendidikan. Tidak hanya sampai disitu, selain waktu penayangan yang mengganggu waktu belajar, yang dipertontonkan dalam sinetron pun jauh bahkan bertentangan dengan yang diajarkan di dunia pendidikan. Bila dunia pendidikan formal mengajarkan disiplin dalam berpakaian, berpenampilan, dan berperilaku maka dalam sinetron dipertontonkan cara berpakaian yang seenaknya, anak sekolah berambut gondrong, permusuhan dan kekerasan, bergaya hidup mewah dan banyak lagi perilaku lainnya yang tidak mendidik.
Semua itu menjadi bukti bahwa pendidik belum menjadi urusan semua orang. Yang seharusnya “Education is everyone’s business” seperti disampaikan di awal justeru menjadi “Business  is more important than education”. Wallahu ‘alam.

Education is Everyone's Business

Education is everyone’s business”. Ungkapan ini mengandung makna bahwa pendidikan adalah urusan dan menjadi tanggungjawab semua orang. Jadi bukan hanya menjadi urusan orang-orang yang berkecimpung di dunia pendidikan saja akan tetapi juga menjadi urusan masyarakat pada umumnya. Sayangnya tidak semua orang menyadari tentang hal ini, sehingga mereka kurang acuh terhadap dunia pendidikan. Padahal masyarakat yang merupakan pemasuk input dan juga pengguna output pendidikan memiliki kedudukan yang sangat penting. Pendidikan hanya akan berhasil apabila adanya kerjasama antara pihak yang terlibat langsung dalam dunia pendidikan dengan masyarakat secara keseluruhan.
Ketidakacuhan masyarakat terhadap dunia pendidikan dapat dilihat dalam kenyataan hidup sehari-hari. Bahkan yang lebih parah lagi bukan hanya tidak acuh, kadang-kadang juga terjadi kontradiksi antara dunia pendidikan dengan masyarakat pada umumnya. Misalnya, ketika di lembaga pendidikan diajarkan kejujuran namun kenyataan di masyarakat justeru ketidakjujuran yang merajalela, di lembaga pendidikan diajarkan untuk rajin belajar sementara di  masyarakat tidak memberikan waktu untuk belajar.
Pendidikan tidak lepas dari yang namanya guru. Guru  (berasal dari bahasa Sanskerta: yang berarti guru, tetapi arti secara harfiahnya adalah "berat") adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Namun dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru. Dalam bahasa Sunda ada kirata (dikira-kira tapi nyata) dari kata guru yakni yang digugu (dituruti) dan ditiru.
Bila mengacu kepada definisi yang lebih luas tentang guru dan kirata bahasa Sunda, maka dapat disimpulkan bahwa semua orang pada hakikatnya dapat menjadi guru bagi anak atau bagi orang lain asalkan mampu mengajarkan sesuatu yang baru kepada anak/orang lain. Makna mengajarkan di sini tidak berarti mengajar secara formal, berdiri di depan yang akan diajari, akan tetapi dapat dilakukan dengan cara memberi contoh melalui kata-kata dan perilaku. Bahkan cara informal ini biasanya jauh lebih cepat dipahami dan lebih kuat tertanam kuat dibandingkan dengan cara formal yang berlangsung di dalam kelas.  Apabila kita mengacu kepada definisi dan makna tersebut, maka dengan demikian orang tua dapat menjadi guru bagi anak-anaknya, seorang idola dapat menjadi guru bagi yang mengidolakannya, seorang atasan dapat menjadi seorang guru bagi bawahannya atau sebaliknya, seorang pemimpin dapat menjadi guru bagi rakyatnya, seorang teman dapat menjadi guru bagi teman yang lainnya, bahkan acara televisi pun dapat menjadi guru bagi para penontonnya.
Pendidikan juga tidak terlepas dari yang namanya lingkungan pendidikan. Lingkungan pendidikan adalah tempat di mana seseorang belajar, baik secara formal maupun informal. Menurut Ki Hajar Dewantara lingkungan pendidikan meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat, yang disebut tripusat pendidikan.
Lingkungan keluarga adalah tempat di mana seorang anak mendapat pendidikan pertama kalinya. Lingkungan keluarga ini merupakan lembaga pendidikan yang paling tua. Yang menjadi guru dalam lingkungan penddikan ini tentu saja kedua orang tua anak yang bersangkutan. Bila pendidikan dalam keluarga ini baik,insyaAllah akan menghasilkan anak yang baik pula. Agar pendidikan dalam keluarga ini berhasil tentu saja dibutuhkan guru (orang tua-orang tua) yang berkualitas. Untuk menjadi orang tua yang berkualitas tidak selalu harus berpendidikan tinggi yang penting mau belajar bagaimana menjadi orang tua yang baik dan menyadari sepenuhnya bahwa dia adalah guru bagi anaknya. Yang sangat berperan dalam pendidikan keluarga adalah ibu. Bahkan dalam ajaran agama Islam ada ungkapan yang menyatakan bahwa seorang ibu adalah tempat belajarnya seorang anak. ”Al-Ummu madrasatun idza a’dadtaha ‘adadta sya’ban tayyibul ‘araq” maknanya “seorang ibu adalah sebuah sekolah. Jika engkau persiapkan dia dengan baik maka sungguh engkau telah mempersiapkan sebuah generasi yang unggul”.
Lingkungan belajar berikutnya adalah sekolah. Lingkungan pendidikan sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang kedua setelah lingkungan keluarga. Pada lingkungan sekolah perlu dilengkapi dengan suasana yang ideal dan kondusif. Idealnya sekolah harus mampu menjadi tempat yang dapat membentuk dan melatih kecerdasan intelektual serta kecerdasan emosional, dua macam kecerdasan yang sangat penting bagi terbentuknya kepribadian seseorang. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah memiliki tujuan yang dinyatakan secara resmi dan tertulis. Tujuan sekolah  mengacu kepada undang-undang pendidikan yang berlaku saat ini yakni Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 (UU Nomor 20 tahun 2003), yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 
Lingkungan belajar yang ketiga adalah masyarakat. Pengertian masyarakat di sini adalah segala sesuatu di luar lingkungan sekolah dan keluarga. Lingkungan pendidikan ini jauh lebih kompleks dibandingkan dengan dua lingkungan pendidikan yang disebutkan terdahulu. Kalau dalam lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah seorang anak diupayakan hanya mendapat pelajaran yang baik saja, maka tidak demikian halnya dalam lingkungan masyarakat. Dalam lingkungan pendidikan ini anak belajar segala hal, yang baik maupun yang buruk. Yang menjadi gurunya adalah semua orang yang ada dalam lingkungan tersebut. Lingkungan pendidikan ini sangat sulit dikendalikan bila tidak ada kesadaran dari warga masyarakatnya sendiri untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang baik. Pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan keluarga dan di sekolah akan bisa terkalahkan oleh pendidikan dalam lingkungan masyarakat karena lingkungan pendidikan ini memiliki pengaruh yang sangat kuat.
Dalam era teknologi komunikasi dan informasi saat ini lingkungan pendidikan masyarakat begitu terasa pengaruhnya. Sebenarnya ini adalah sebuah kesempatan untuk menjadikan pendidikan lebih bermutu. Sayangnya tidak semua para pelaku yang bergerak dibidang pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi ini memiliki komitmen untuk membuat pendidikan lebih maju justeru malah sebaliknya menjadi penghambat kemajuan pendidikan.
Dalam dunia pertelevisian misalnya, dari sekian banyak stasiun televisi hanya sedikit saja stasiun televisi yang menyajikan acara-acara yang bermuatan pendidikan. Bahkan selain acaranya tidak mendidik waktu penayangannya pun sangat mengganggu waktu belajar para peserta didik. Ada acara televisi live yang dihadiri oleh para remaja yang ditayangkan hampir setiap hari mulai pukul 07.30 hingga pukul 11.00 pagi. Acara semacam ini secara tidak langsung mendidik para remaja untuk bermain pada jam belajar/kerja. Karena seperti kita ketahui bahwa pada rentang waktu tersebut adalah saatnya belajar bagi para pelajar dan saatnya bekerja bagi mereka yang bekerja. Tapi anehnya, ternyata acara tersebut justeru menjadi acara favorit. Ada pula stasiun televisi yang sejak terbenam matahari hingga pukul 11 malam terus menerus menayangkan acara sinetron remaja. Bila para remaja  terus menerus nonton acara sinetron, lalu mau kapan mereka belajar di rumah? Padahal belajar di rumah itu bagian yang sangat penting dalam proses pendidikan. Tidak hanya sampai disitu, selain waktu penayangan yang mengganggu waktu belajar, yang dipertontonkan dalam sinetron pun jauh bahkan bertentangan dengan yang diajarkan di dunia pendidikan. Bila dunia pendidikan formal mengajarkan disiplin dalam berpakaian, berpenampilan, dan berperilaku maka dalam sinetron dipertontonkan cara berpakaian yang seenaknya, anak sekolah berambut gondrong, permusuhan dan kekerasan, bergaya hidup mewah dan banyak lagi perilaku lainnya yang tidak mendidik.
Semua itu menjadi bukti bahwa pendidik belum menjadi urusan semua orang. Yang seharusnya “Education is everyone’s business” seperti disampaikan di awal justeru menjadi “Business  is more important than education”. Wallahu ‘alam.