Welcome to My Blog



Do’a seorang muslim untuk saudaranya ketika saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan).Di sisinya ada malaikat yang bertugas.Setiap kali dia mendo'akan kebaikan untuk saudaranya,malaikat tersebut berkata : "Aamiin, dan engkau akan mendapatkan yang sama dengannya." [HR. Muslim 2733] Dengan mendo'akan kebaikan untuk saya,Insyaa Allah Anda akan mendapat kebaikan yang sama.

Kamis, 24 Juni 2010

Pengelompokkan Siswa di Kelas

BAB I
PENDAHULUAN

Praktik pengelompokkan siswa secara homogen cukup tersebar luas di Amerika Serikat, menggunakan sebuah model yang mengelompokkan para siswa yang memiliki kemampuan dan prestasi relatif sama dalam sebuah kelompok . Pada sekolah tingkat menengah atas, cara ini paling cocok untuk matematika, di mana para siswa ditempatkan dalam kelas – kelas matematika yang dipersiapkan untuk mereka yang akan melanjutkan ke sekolah kejuruan, sekolah umum atau pra-universitas. (McPartlan, Coldiron, & Braddock, 1987, Oakes, 1985, 1990a, 1990b; Slavin, 1990). Ini juga sesuai untuk tingkat SMP, di sekolah ini aljabar diberikan pada kelas delapan. (McPartlan, Coldiron, & Braddock, 1987, Oakes, 1985, 1990a, 1990b; Slavin, 1990). Menurut Studi Matematika Internasional Kedua (Second International Math Study = SIMS), pengelompokkan berdasarkan kemampuan lebih luas di Amerika daripada di negara – negara lainnya (Oakes, 1990a). Para siswa di level sekolah dasar mungkin dikelompokkan, meskipun pada level ini para siswa lebih sering dikelompokkan berdasarkan ukuran kemampuan atau prestasi yang bersifat umum daripada berdasarkan kemampuan atau prestasi matematikanya (Oakes, 1985, 1990a, 1990b; Slavin 1987a, 1987b).
Contoh kedua dimana para siswa dikelompokkan secara homogen adalah kelompok – kelompok kecil di kelas dimana anggota – anggotanya didasarkan pada kemampuan atau prestasi di dalam kelas tersebut. Ini adalah sebuah cara yang sudah lama digunakan dalam pembelajaran membaca di tingkat sekolah dasar selama bertahun – tahun. Para guru harus mengorganisir kelasnya dengan format yang sama untuk pembelajaran matematika (Oakes, 1990a; Slavin, 1987a, 1987b). Cara penempatan kelompok – kelompok kecil siswa menjadi kelompok atas, tengah atau kelompok bawah untuk pembelajaran matematika kurang begitu umum pada level SMP atau SMA di mana para siswa cenderung lebih sedikit melakukan kerja kelompok dalam kelompok – kelompok kecil dan dipisah – pisahkan berdsarkan kelas khusus (Slavin, 1990).
Cara – cara semacam ini tampaknya berakar pada keyakinan yang luas bahwa perbedaan intelektual anak adalah sedemikian besar sehingga para siswa dengan kemampuan atau prestasi yang berbeda perlu diajari dalam kelas – kelas atau kelompok – kelompok yang berbeda (Oakes, 1990a, 1990b). Namun sejumlah perhatian telah muncul tentang efek jangka panjang dari cara – cara pengelompokkan ini.


BAB II
RINGKASAN ISI BUKU


A. Efek Pengelompokkan Homogen dalam Matematika

1. Efek – Efek Terhadap Kesempatan untuk Mempelajari Matematika

Dalam sebuah studi yang dilakukan Yayasan Sains Nasional Amerika Serikat, mengenai cara di mana sistem pendidikan nasional memberikan kesempatan untuk mempelajari matematika dan sains, pertukaran data tentang program matematika dan sains, guru dan pembelajaran kelas pada sekolah dasar dan menengah di analisa (Oakes, 1990a). Data ini berasal dari hasil Survei Nasional tentang Pendidikan Sains dan Matematika (National Survey of Science and Mathematics Education = NSSME) yang dilakukan oleh Yayasan Sains Nasional. Sementara itu, sebuah analisis terhadap data ini menunjukkkan perbedan – perbedaan yang penting dalam hal kesempatan untuk belajar matematika diantara sekolah – sekolah, perbedaan – perbedaan yang penting juga ditemukan di dalam sekolah sendiri. Hal ini tampaknya berhubungan dengan cara – cara penempatan para siswa kedalam kelompok yang berbeda berdasarkan kemampuan, prestasi, atau karir yang diharapkan di masa depan. Laporan ini mengidentifikasi tiga bidang di mana ketidakmerataan dalam pembelajaran matematika ditemukan: (1) akses kepada program – program matematika; (2) akses kepada guru – guru matematika yang berkualifikasi bagus; dan (3) akses kepada kesempatan – kesempatan belajar.
Pada sebagian sekolah tingkat atas dijelaskan dalam studi tersebut, lebih sedikit kursus matematika yang tersedia atau diperlukan untuk siswa – siswa berkemampuan rendah. Kursus – kursus pra perguruan tinggi yang standar ditawarkan kepada para siswa yang dianggap memiliki kemampuan tinggi, lebih sedikit ditawarkan kepada siswa – siswa yang dipandang memiliki kemampuan rata – rata, dan jarang sekali ditawarkan kepada siswa – siswa yang dianggap berkemampuan rendah. Walau beberapa sekolah kerkemauan untuk mengubah kriteria penempatan siswa secara trasional untuk mendorong para siswa yang rendah prestasinya untuk lebih bersemangat dalam mengikuti kursus matematika. Studi juga menemukan bahwa sekolah – sekolah sering menempatkan guru – guru yang kualifikasinya rendah dalam matematika di kelas – kelas yang siswanya berkemampuan rendah serta menempatkan guru – guru yang berkualifikasi terbaik di kelas – kelas yang siswanya berkemampuan tinggi, khususnya di level sekolah menengah.
Akhirnya, studi menemukan bahwa sekalipun judul kursus matematikanya sama, tujuan – tujuan kurikuler yang diutamakan ole para guru dan strategi pembelajaran yang mereka gunakan untuk mencapai tujuan – tujuan itu caranya berbeda yang menyebabkan tidak memadainya kesempatan untuk belajar matematika. Misalnya, ditemukan bahwa kelompok berkemampuan tinggi pada level sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas setahun lebih maju dalam kurikulum sekolah dibandingkan dengan kelompok siswa berkemampuan rendah. Ditemukan juga bahwa kursus – kursus level lebih rendah lebih sedikit melibatkan para siswa kepada topik – topik dan kecakapan matematika dan juga lebih sedikit topik dan kecakapan yang menantang. Kelompok – kelompok siswa berkemampuan tinggi umumnya mencakup bahan – bahan yang lebih kompleks dan melibatkan daya pikir yang lebih sulit serta tugas – tugas berbentuk problem-solving. Selain itu, para guru yang mengajar siswa berkemampuan tinggi melaporkan tentang lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk persiapan kelas, dan mereka nampak lebih antusias serta mau mendorong para siswanya untuk memperluas wawasan akademis dibandingkan guru – guru di kelompok siswa yang berkemampuan rendah. Para guru kelompok atas juga mengharapkan para siswanya untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk pekerjaan rumah daripada yang dilakukan oleh guru yang mengajar siswa kelompok rendah.
Perbedaan – perbedaan kualitatif yang serupa dalam pembelajaran matematika juga ditemukan dalam riset – riset yang lain. Misalnya, dalam sebuah penelitian pembelajaran matematika pada sekolah menengah di enam distrik yang berbeda ditemukan bahwa sebagian besar distrik tampak jelas adanya pengelompokkan siswa tersebut. Para siswa dengan kemampuan rendah menerima kurikulum yang lebih terbatas dan lebih sedikit terlibat dalam interaksi dengan guru. Kalau dibandingkan dengan para siswa di kelompok berkemampuan tinggi (Ekstrom & Villages, 1991). Penting untuk dicatat bahwa sekalipun dalam kelas yang sama, perbedaan pola interaksi antara guru dengan siswa berkemampuan tinggi dan yang berkemampuan rendah telah ditemukan. Berkenaan dengan pembelajaran matematika, sebuah studi kasus pada kelas khusus menunjukkan bahwa para siswa berkemampuan rendah menerima lebih sedikit waktu bersama guru dan diberi lebih sedikit jumlah pertanyaan yang berorientasi pada proses (Leder, 1987).

2. Efek – Efek pada Prestasi Matematika
Studi NSF yang dijelaskan terdahulu (Oakes, 1990a) tidak secara spesifik meneliti hubungan antara pengelompokkan dengan prestasi dalam sains atau matematika. Namun demikian, hasil substansial riset menyarankan bahwa pengelompokkan, terutama di tingkat sekolah menengah, secara umum gagal meningkatkan belajar dan memiliki konsekuensi yang tidak diperkirakan terhadap luasnya perbedaan prestasi antara siswa yang dinilai lebih mampu dengan siswa yang dianggap kurang (Cole & Griffin, 1987; Ecksstrom & Villegas, 1991; Gamoran and Berends; 1987 Slavin, 1987a, 1987b, 1990). Studi – studi yang meneliti efek pengelompokkan homogen terhadap prestasi cenderung menggunakan dua pendekatan: (1) perbandingan prestasi siswa dalam kelas homogen dengan siswa yang setara dalam hal kemampuannya atau (2) perbandingan prestasi siswa dalam kelompok yang kemampuannya berbeda. Perbedaan dalam desain riset yang dilaporkan ini adalah satu hal yang penting. Dengan diberikannya berbagai kesempatan untuk belajar matematika dalam kelompok yang berbeda – beda seseorang berharap untuk menemukan perbedaan – perbedaan dalam prestasi matematika sebagai akibatnya. Karena itu, tidak mengherankan bahwa perbedaan prestasi matematika yang ada hubungannya dengan pengelompokkan telah ditemukan bahkan pengontrollan tingkat kemampuan, staus sosial ekonomi, dan berbagai variabel yang lainnya (Gamoran & Berends, 1987).
Dalam review riset yang membandingkan prestasi siswa pada kelas – kelas homogen dengan siswa yang dikelaskan berdasarkan kemampuanya yang sebanding, hanya sedikit perbedaan prestasi yang ditemukan. Secara khusus, sebuah studi analisis tingkat tinggi yang meneliti efek pengelompokkan berdasarkan kemampuan terhadap prestasi pada sekolah menengah melaporkan bahwa perbandingan antara pengempokkan berdasarkan kemampuan dengan pengelompokkan heterogen dalam jangka waktu antara satu semester hingga lima tahun, efek prestasi secara keseluruhan yang ditemukan adalah nol pada semua level kelas (Slavin, 1990). Sebuah analisis serupa yang dilakukan pada para siswa sekolah dasar juga menunjukkan bahwa efek keseluruhan dari pengelompokkan berdasarkan kemampuan adalah tidak berarti (Slavin, 1987b). Kedua analisis tersebut menyangkal pernyataan yang sering kemukakan bahwa pengelompokkan berdasarkan kemampuan adalah bagus untuk siswa yang berprestasi tinggi dan buruk untuk siswa yang berkemampuan rendah.
Satu – satunya pengecualian yang menarik dari temuan ini adalah ketika para siswa dari kelas kelompok heterogen dikelompokkan ulang secara homogen berdasarkan skor prestasi membaca dan matematika untuk pelajaran pembelajaran membaca dan matematika (Slavin, 1987a, 1987b). Riset mencakup beberapa studi pengelompokkan ulang untuk pembelajaran matematika yang menunjukkan bahwa pengelompokkan homogen ulang memiliki efek yang positif pada prestasi matematika bila materi – materi yang tepat untuk level kemampuan siswa digunakan (Provus, 1960; Moris, 1969).

3. Efek Riset terhadap Cara – Cara Pengelompokkan

Meskipun temuan – temuan bahwa pengelompokkan secara homogen kelihatannya memiliki efek prestasi yang kecil, beberapa pengelompokkan bersikeras dilaksanakan di sekolah – sekolah umum, terutama pada level sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas:

Pada saat sebagian besar orang (termasuk banyak pendidik) beranggapan bahwa para siswa akan belajar lebih baik bila mereka dikelompokkan bersama dengan siswa yang berkemampuan sama, riset telah menunjukkan bahwa menempatkan anak – anak dalam kelas – kelas yang berbeda untuk mengakomodasi perbedaan mereka sejak awal tahun sekolah adalah tidak perlu dan tidak efektif. Pengelompokkan tidak berjalan baik bagi siswa yang berkemampuan rendah dan sedang, yang secara jelas mengalami situasi yang tidak menguntungkan dalam belajar. Kelompok juga tidak meningkatkan prestasi untuk anak – anak berkemampuan tinggi. Banyak studi menunjukkan bahwa para siswa berkemampuan tinggi belajar sama baiknya di kelas yang kemampuannya berbeda – beda (Oakes, 1990ยช hal. 6)

Oakes telah menyarankan bahwa ketetapan hati terhadap pengelompokkan di sekolah umum didasarkan pada beberapa asumsi: (1) bahwa siswa belajar lebih baik bila mereka dikelompokkan dengan siswa lain yang dianggap memiliki kesamaan akademis.; (2) bahwa siswa mengembangkan sikap lebih positif terhadap diri mereka sendiri dan sekolah bila mereka ditempatkan dalam kelompok – kelompok dengan siswa lain yang lebih mampu; (3) bahwa proses penempatan yang digunakan untuk memisahkan para siswa ke dalam kelompok – kelompok secara akurat menggambarkan prestasi masa lalu dan kemampuan bawaan; dan (4) bahwa ini dianggap lebih mudah bagi para guru untuk mengakomodasi perbedaan individu dalam kelompok – kelompok homogen (Oakes, 1985).
Kegigihan untuk melakukan pengelompokkan homogen menimbulkan masalah efek jangka panjang terhadap kaum wanita dan siswa dari kelompok minoritas, kedua kelompok yang kurang memiliki kemampuan dalam bidang matematika dan sains. Kecenderungan untuk menempatkan siswa minoritas pada kelompok siswa berkemampuan rendah telah dijelaskan oleh Cole dan Griffin (1987) dalam diskusi mereka tentang riset berdasarkan kemampuan:
Terdapat banyak laporan tentang perlakuan yang berbeda dalam pengelompokkan yang berdasarkan kemampuan yang dilaporkan oleh para peneliti yang telah meneliti interaksi kelas secara dekat.... Para peneliti melaporkan bahwa distribusi kelompok tinggi, sedang dan bawah tampaknya berkaitan dengan ciri – ciri yang diasosiasikan dengan SES: anak – anak dari keluarga berpenghasilan rendah atau single parent atau dari keluarga
pengangguran, lebih dikelompokkan kepada kelompok bawah. Karya yang dibuat ole Cicourel dan Kituse (1963) menyarankan bahwa anak – anak dari keluarga berpenghasilan rendah dengan skor tes dan peringkat yang rendah dapat dikelompokkan ke kelompok atas terutama karena intervensi orang tua. Temuan lain ... adalah bahwa anak – anak dari keluarga berpenghasilan rendah dengan skor tes yang cukup ditempatkan pada kelompok bawah, sedangkan anak yang berkemampuan sama yang berasal dari keluarga berpenghasilan sedang ditempatkan dalam kelompok sedang. (hal. 21).

Kaum wanita, karena kadang – kadang dipandang lemah dalam matematika atau karena kurang menunjukkan minatnya dalam matematika dan sains, mungkin juga ditempatkan secara tidak tepat pada kelompok bawah, terutama di level sekolah menengah (Oakes, 1990b). Penilaian terkini dalam prestasi matematika menyebutkan bahwa para pelajar di Amerika Serikat secara umum tidak bagus dalam matematika, terlalu banyak siswa, terutama kelompok minoritas dan perempuan, yang belajar matematika tingkat tinggi. Perbaikan literatur dalam pendidikan matematika berargumentasi tentang perlunya pendidikan matematika berkualitas untuk semua siswa. Dalam penjelasan praktik pembelajaran di kelas percontohan terdapat fokus yang kuat dalam keanekaragaman pendekatan. (NCTM, 1989, 1991; RAC, 1989). Tidaklah berlebihan kalau kita berharap bahwa sekolah – sekolah distrik mengadopsi pendekatan – pendekatan yang sesuai dengan rekomendasi terbaru untuk perbaikan pendidikan matematika dan bahwa cara pengelompokkan homogen tidak lagi dipandang sebagai sebuah keperluan.

B. Upaya – Upaya Perbaikan Terkini dalam Pendidikan Matematika
1. Proyek - Proyek Perbaikan Kurikulum
Proyek Matematik Berkoneksi (Connected Mathematics Project = CMP) di Unversitas Michigan adalah sebuah proyek Yayasan Sains Nasional (National Science Foundation = NSF) selama lima tahun untuk mengembangkan kurikulum matematika sekolah menengah yang kaya akan koneksi. Para siswa menyelesaikan masalah dengan mengobservasi pola – pola dan hubungan – hubungan, dengan demikian pemahaman matematika mereka semakin kuat. Kegiatan belajar melibatkan belajar menebak, mencoba, diskusi, mengungkapkan dengan kata – kata, dan menyimpulkan. Selain materi untuk para siswa, CMP juga mengembangkan materi untuk guru yang dirancang sedemikian rupa sehingga para guru dapat langsung belajar dari kegunaan materi tersebut dan mempelajari bahan – bahan penilaian yang merupakan perpanjangan dari proses belajar.
Petualangan Jasper Woodbury adalah sebuah video seri tentang penyelesaian empat masalah matematika yang dikembangkan oleh Grup Kognisi dan Teknologi di Universitas Vanderbilt, dengan bantuan dari NSF dan Yayasan James S. McDonnell. Teori yang melandasi karya ini menekankan pentingnya pengembangan pembelajaran yang bermakna, aktif dan sesuai dengan rekomendasi standar bahwa aplikasi problem-solving harus menjadi arah pembelajaran (NCTM, 1989).
Sebuah proyek NSF di Universitas Illinois, Chicago, Matematika Dengan Manuver (Manouvers With Mathematics = MWM), telah memproduksi sebuah seri buku lab siswa untuk melengkapi atau mengganti komponen – komponen kurikulum matematika sekolah menengah. MWM menyajikan masalah – masalah orisinil yang menantang pemikiran yang menggunakan tiruan benda – benda. Para siswa menyelidiki serangkaian aktivitas yang diurutkan secara cermat yang diarahkan pada penemuan langsung konsep – konsep matematika yang sering mengintegrasikan matematika dengan bidang – bidang lain.
Matematika dalam Konteks telah dibiayai oleh NSF untuk menciptakan kurikulum matematika sekolah menengah yang komprehensif yang merefleksikan muatan kurikulum dan pedagogi yang disarankan oleh Standar NCTM (1989,1991). Universitas Wisconsin, Madison dan Institut Freudenthal di Universitas Utrecht bekerja sama dengan para guru matematika sekolah untuk mengembangkan kukulum tersebut. Bahan – bahan ini akan mendukung upaya – upaya para guru untuk menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki para siswa dengan gagasan – gagasan baru, menghubungkan pengetahuan konseptual dengan prosedural, dan menghubungkan matematika dengan bidang – bidang ilmu yang lain.
Proyek Pemikiran Kuantitatif (The Quatitative Reasoning Project = QRP) di Universitas Negeri San Diego adalah proyek yang dibiayai NSF yang meneliti perkembangan pemikiran aljabar para siswa di sekolah menengah dengan mengikuti pembelajaran yang menekankan pada pemikiran kuantitatif. QRP memiliki tujuan dalam tiga domain: pemahaman para siswa, pemahaman para guru, dan pengembangan materi. QRP mengidentifikasi bidang – bidang kurikulum matematika sekolah menengah yang dapat dimodifikasi untuk memungkinkan pembelajaran langsung tentang pemikiran kuantitatif dan untuk mengembangkan aktivitas – aktivitas serta masalah – masalah untuk mendukung pembelajaran semacam itu.
Sejak tahun 1983, Proyek Matematika Sekolah di Universitas Chicago (University of Chicago School School Mathematics Project = UCSMP), dibiayai oleh Amoco, General Electric, dan Carnegie Corporation, telah mengembangkan sebuah kurikulum mathematika sekolah menengah yang mencakup muatan yang luas dan menekankan pada aplikasi dunia nyata. Dengan memfokuskan pada pengetahuan prosedural dan konseptual, pemahaman siswa dikembangkan dalam empat domain/bidang: skills, konsep, applikasi dan gambaran – gambaran.

2. Proyek Peningkatan Guru
Beberapa proyek peningkatan gur diarahkan pada semua guru matematika dari tingkat kelas tertentu, sedangkan sasaran lainnya adalah guru – guru yang mengajar di sekolah – sekolah yang siswanya dari penduduk tertentu, seperti para siswa atau kelompok minoritas yang kurang sekali mendapat kursus matematika. Banyak guru sasaran proyek yang bekerja di daerah perkotaan.
ProyekDengan Fokus Umum. Proyek Matematika Atlanta (the Atlanta Math Project = AMP) di Universitas negeri Georgia adalah proyek yang dibiayai NSF yang berlangsung di 13 sekolah di daerah metropolitan Atlanta. AMP memberikan pengalaman pengetahuan kepada guru tentang belajar mengajar matematika sesuai dengan standar NCTM. Kegiatan proyek mencakup pengembangan profesional musim panas; dalam bentuk perencanaan, pengajaran, dan sesi – sesi singkat; mentoring teman sebaya.
Pengajaran untuk Ide Besar (Teaching to the Big Ideas= TBI) adalah proyek pengembangan profesional empat tahun yang melibatkan dewan pengajar dari Pusat Pengembangan Pendidikan, Mt. Holyeke College, Pusat Riset Pendidikan Teknik (the Technical Education Research Center = TERC), di mana para guru menyampaikan ide – ide besar dalam bidang matematika. Selama dua tahun pertama proyek tersebut, TBI akan mengikutkan para peserta ke dalam institut musim panas, pertemuan dwi mingguan sepulang sekolah, dan kunjungan kelas. Dua tahun terakhir akan menonjolkan institut musim panas, juga kursus selama setahun yang ditujukan kepada pengembangan para peserta sebagai guru – guru inti.
Proyek – Proyek Dengan Sasaran Penduduk Tertentu. Universitas Politeknik Negeri California di Pomona, bekerjasama dengan sekolah – sekolah distrik di California Selatan, menyelenggarakan program peningkatan guru yang disebut Pengajaran Terintegrasi Sains dan Matematika untuk Siswa – Siswa Sekolah Menengah Minoritas. Proyek tiga tahun ini menawarkan pengalaman pembelajaran langsung yang mengintegrasikan sains, matematika, dan metode pengajaran yang sesuai dengan Standar NCTM, standar sains baru, dan kerangka kerja negara bagian California yang tepat
Proyek Masalah Matematika adalah bantuan dana NSF selama empat tahun kepada Departemen Pendidikan Matematika untuk meningkatkan prestasi matematika dikalangan para siswa migran sekolah menengah. Proyek ini adalah sebuah program pengembangan profesional yang komprehensif yang mendorong para guru untuk berbagi pengalaman dengan rekan guru yang yang lain. Komponen utama proyek ini adalah matematika untuk peningkatan profesional para peserta, matematika untuk di kelas, strategi muatan dan manajemen, serta praktik penilaian.
Proyek Matematika Kota New York (the New York City Mathematis Project = NYCMP adalah proyek pengembangan dewan pengajar yang merespon terhadap masalah – masalah penting untuk penyediaan program matematika yang berkualitas untuk semua siswa di daerah perkotaan. NYCMP berupaya untuk menghasilkan kepemimpinan jaringan guru, percontohan lingkungan pembelajaran matematika di sekolah – sekolah perkotaan, serta sistem untuk mendukung pengembangan dewan pengajar. Empat tahap model pengembangan staf yang digunakan oleh NYCMP adalah kesadaran akan perlunya perubahan, pembuatan perubahan penting dalam praktik pengajaran, menjadikan guru inti, dan pengajaran dalam proyek.
Proyek IMPACT adalah sebuah kerjasama antara Universitas Maryland di College Park dan Sekolah Umum Kabupaten Montgomery. Sebagian dibiayai oleh IBM, proyek ini mengembangkan sebuah model untuk pembelajaran matematika sekolah dasar yang menekankan pemahaman siswa dan mendukung perubahan guru terutama yang mengajar di sekolah – sekolah minoritas. IMPACT adalah proyek berbasis sekolah yang mencakup program in-service musim panas, para ahli matematika setempat, bahan – bahan kelas inovatif, serta perencanaan matematika untuk semua guru pada masing – masing tingkatan kelas.
Pusat Pengembangan dan Riset Belajar di Universitas Pittsburgh telah melaksanakan program Pemahaman Kuantitative: Proyek Penguatan Pemikiran dan Prestasi Siswa ( Quantitative Understanding: Amplifying Student Achievement and Reasoning = QUASAR Project) dalam merespon masalah rendahnya tingkat partisipasi siswa dan tidak memadainya prestasi siswa dalam matematika. QUASAR menyoroti perlunya pelayanan sekolah bagi anak – anak yang secara ekonomi kurang beruntung, dengan menggunakan serangkaian prinsip – prinsip umum sebagai panduan untuk perbaikan dalam menyadari tentang pentingnya mengaitkan upaya – upaya perbaikan terhadap kondisi setempat. Praktik pembelajaran di semua tempat menambah penekanan pada wacana matematika, aplikasi matematika terhadap masalah – masalah yang bermanfaat bagi para siswa, dan penggunaan model fisik dan mental untuk menyediakan pijakan yang konkrit untuk prinsip – prinsip yang abstrak. QUASAR mencakup modifikasi dan pengembangan kurikulum, pengembangan staf, dan dukungan berkelanjutan kepada guru, desain penilaian berbasis sekolah dan kelas, serta dukungan orang tua dan masyarakat.

3. Proyek – Proyek Yang Melibatkan Perbaikan Kurikulum dan juga
Peningkatan Guru

Di Pusat Riset Pendidikan Universitas Wisconsin, Pembelajaran Dipandu secara Kognitif (Cognitively Giuded Instruction = CGI), sebagian didanai oleh NSF, menyusun lingkungan workshop di mana para guru mengumpulkan hasil – hasil temuan riset terhadap pemikiran matematika anak – anak untuk membantu pengajaran mereka. Hasilnya, masing – masing guru dapat menyusun lingkungan belajar matematika yang susuai dengan gaya, pengetahuan, keyakinan, dan para siswa mereka sendiri.
Di Universitas Delaware, sebuah proyek yang dibiayai NSF mengembangkan sebuah model untuk penerapan Standar NCTM. Tujuan proyek itu adalah untuk mengembangkan kekuatan matematika dalam diri para guru dan membantu mereka dalam menerapkan kurikulum sesuai standar di dalam kelasnya. Untuk mencapai tujuan ini, Proyek Peningkatan Guru Delaware berupaya meningkatkan pengetahuan guru tentang muatan matematika, pedagogi, dan kurikulum, serta untuk membantu mereka mengembangkan lingkungan sekolah yang kondusif.
Tujuan utama dari Pusat Belajar Matematika (Math Learning Center = MLC) di Universitas Negeri Portland adalah untuk mengembangkan materi – materi kurikulum dan pelatihan untuk guru – guru sekolah menengah yang berusaha untuk mengubah cara mengajarkan matematika di kelas mereka. Bahan – bahan MLC menekankan pemikiran visual, eksplorasi, dan percobaan. Pelatihan melibatkan guru – guru dalam aktivitas langsung yang menjadi model pembelajaran investigasi mandiri, pembelajaran kooperatif kelompok kecil, dan diskusi kelas.

4. Proyek – Proyek yang Terfokus pada Teknologi
Proyek Pra-Hitungan Computer dan Kalkulator (the Calculator and Computer Precalculus = C2PC Project) di Universitas Negeri Ohio telah menghasilkan sebuah kurikulum berbasis grafik komputer/kalkulator. Para siswa menggunakan daya visualisasi untuk menyelesaikan aplikasi realistis yang menarik melalui eksplorasi dan percobaan. Karena teknologi memungkinkan pembelajaran interaktif yang memasukkan guru ke dalam peran non tradisional, C2PC melaksanakan pelatihan untuk membantu para guru dalam gerakan di luar transmisi pengetahuan dalam pembelajaran terhadap fasilitasi pembelajaran.
Proyek Aljabar Intensif Komputer telah mempergunakan kesempatan untuk meningkatkan pembelajaran dalam aljabar dengan menggunakan komputer dan kalkulator. Dengan sokongan dari NSF kepada Universitas Maryland dan Universitas Negeri Pennsilvania, CIA telah mengembangkan kurikulum aljabar berbasis komputer yang menonjolkan model – model dan gagasan – gagasan aljabar, variabel dan fungsi sebagai konsep yang menyatu, serta keseimbangan antara pengetahuan konseptual dan prosedural dalam pembelajaran aljabar.
Karena CIA mengurangi penekanan kecakapan rutin dalam hal eksplorasi berbasis komputer, para guru harus memikul berbagai peran yang tidak biasa. Memberdayakan Para Guru dalam Lingkungan Pembelajaran Intensif dengan Komputer akan merancang serangkaian kursus dan praktik untuk mempersiapkan para guru dalam menerapkan kurikulum komputer intensif dengan cara meningkatkan pengetahuan muatan matematika mereka melalui kursus komputer intensif, pengembangan kemampuan untuk menilai dan menganalisa pemahaman siswa dalam lingkungan pembelajaran yang kaya dengan teknologi, membantu mereka melaksanakan riset di kelas mereka, dan memfokuskan perhatian pada masalah – masalah belajar mengajar dalam lingkungan belajar dengan komputer yang intensif.
Sebuah hasil dari proyek kerjasama -yang didukung NSF- antara SUNY di Buffalo, Universitas Negeri Kent, TERC, dan Universitas Massachusetts Bagian Tenggara adalah Geo-Logo, sebuah lingkungan Logo baru yang menekankan kedalaman eksplorasi terhadap masalah – masalah matematika, mendukung konstruksi abstrak dari visual, dan mendorong pemikiran prosedural terhadap pemahaman konseptual.
Proyek Grafik Aljabar yang Diperkuat Kalkulator- didanai NSF, Akademi Seni Interlochen, dan Texas Instruments – memulai dengan premis bahwa para siswa memiliki akses terhadap grafik kalkulator dan para guru memiliki kemampuan teknologi untuk demonstrasi kelas. Materi – materi kurikulum menampilkan lebih sedikit persoalan yang dianggap rumit, menekankan pada kelompok kerja yang kecil, analisi terhadap grafik, serta pengembangan konsep – konsep matematika dalam konteks dunia nyata yang bisa diperoleh oleh para siswa sekolah tinggi.
Proyek Kurikulum Kalkulus Universitas Negeri Oregon telah mengembangkan sebuah kurikulum yang menggunakan supercalculator (mis. HP-48SX) dan menekankan multi fungsi, interpretasi grafik, pemahaman konseptual, aplikasi dunia nyata, pemodelan matematika, dan penggunanaan teknologi yang cerdas dengan kesadaran penuh atas keterbatasannya.

5. Prakarsa Sistemik
Tahun 1992, NSF mulai mendanai Prakarsa – Prakarsa Sistemik Seantero Negeri (Statewide Systemic Initiatives = SSIs) untuk tujuan pengembangan pendidikan matematika dan sains. Beberapa SSIs menampilkan elemen – elemen perbaikan kurikulum dan peningkatan guru (mis. Prakarsa Sistemik untuk Matematika dan Sains Montana), sedang yang yang lainnya adalah proyek peningkatan guru sekolah dasar (mis. Ohio’s Project Discovery). Dimulai tahun pelajaran 1993 – 1994, NSF mendanai Prakarsa Sistemik Perkotaan (Urban Systemic Initiatives (USIs), untuk meningkatkan pendidikan matematika dan sains pada lingkungan khusus di sekolah – sekolah perkotaan.





BAB III
KESIMPULAN

Upaya – upaya untuk meningkatkan kemampuan para siswa dalam bidang matematika di Amerika Serikat sudah dilakukan sejak dahulu. Berbagai proyek dan program telah dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut. Pemerintah Amerika tidak segan – segan untuk mengeluarkan dana untuk melaksanakan berbagai proyek dan program tersebut demi meningkatnya mutu pembelajaran dan perbaikan kurikulum terutama kurikulum matematika. Proyek – proyek dan program – program tersebut tidak hanya dilaksanakan oleh pemerintah dan perguruan – perguruan tinggi akan tetapi juga oleh yayasan – yayasan (foundation).
Upaya – upaya perbaikan terkini dalam pendidikan matematika telah berakar sejak dekade 1980-an dan laporan – laporan nasional yang memfokuskan pada sebuah krisis di masa datang, terutama dalam bidang matematika dan sains. Badan Pendidikan Matematika dan Sains (Mathematical Sciences Education Board = MSEB, 1990) menegaskan bahwa program – program matematika sekolah dapat direvisi dan diperbaharui untuk mencapai standar Dewan Nasional Guru Matematika (National Council of Teachers of Mathematics = NCTM), mengembangkan kekuatan matematika para siswa, menggunakan kalkulator dan komputer, memilih aplikasi – aplikasi yang relevan, dan meningkatkan keterlibatan siswa.
Dalam konteks ini, lusinan orang memperbaiki upaya – upaya yang telah dimulai akhir – akhir ini. Banyak orang telah memfokuskan pada pengembangan kurikulum baru, yang lainnya memfokuskan pada peningkatan guru, sebagian lagi melakukan kedua – duanya. Sebagian lagi ada juga yang telah melaksanakan penggunaan teknologi dalam pembelajaran matematika sebagai tema sentral mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar